Daftar Blog Saya

Kamis, 20 November 2014

PROGRAM PEMBERDAYAAN dan PERAN PENDAMPING





Sebuah Catatan Refleksi
 


Saat ini sudah banyak program-program yang ditujukan pada masyarakat  yang ber’label’kan pemberdayaan. Program dengan pendekatan partisipatif ini berusaha menduduk kan masyarakat sebagai pelaku sentral, pelaku utama, sebagai subyek bukan lagi objek, program ini berusaha memperbaiki pola-pola lama, dari yang bersifat top down, semua pengelolaan program dilakukan oleh pemerintah, mulai dari perencananan, pelaksanaan sampai monitoring dan evaluasi, masyarakat tidak dilibatkan sama sekali, ke pendekatan yang bersifat bottom up, di mana seluruh program pembangunan diusahakan berangkat dari bawah, artinya masyarakat akan dilibatkan sejak awal dalam perencanaan dan tahapan-tahapan selanjutnya.
Dalam mengorganisir masyarakat untuk mewujudkan cita-cita bersama, maka pola pemberdayaan juga sudah banyak menggunakan peran CO (Community Organizer), Sekarang istilah CO ini seakan telah terreduksi dengan istilah Pendamping Masyarakat atau mungkin Fasilitator Masyarakat.
Diawal program-program pemberdayaan ini diluncurkan, terasa gegap gembita, masyarakat menyambut dengan antusias, pada dekade pertama masyarakat banyak mengucapkan “terima kasih”, namun…dalam perjalanannya sekarang ini, pada tataran pelaksanaan program pemberdayaan yang katanya melibatkan masyarakat banyak, ternyata juga menyimpan potensi “penyelewengan” program.
Hasil dan keberlanjutan dari sebuah program tidak ada jaminan akan terpelihara. Hasil-hasil program baik berupa bangunan fisik, sarana dan prasarana banyak yang terbengkalai karena tidak dirawat secara baik. Tidak ada ‘rasa memiliki’ dan tidak ada tanggungjawab bersama untuk merawatnya. Apabila di tanyakan alasannya, maka jawaban klasik yang muncul, karena tidak ada dana untuk perawatan. Akhirnya menyalahkan pihak lain, pemerintah yang tidak mau memperhatikan, dan sebagainya…dan sebagainya.
Ada perubahan mental masyarakat dari masyarakat yang tanpa pamrih dan mau berkorban untuk kepentingan masyarakat banyak menjadi masyarakat peminta imbalan dan egois dengan mendahulukan kepentingan pribadi atau kelompok dari kepentingan orang banyak. Gejala-gejala seperti ini sudah banyak ditemui dimasyarakat, masyarakat sudah banyak menggunakan “trik” untuk dapat mengambil keuntungan, bahkan sudah banyak juga “pengelabuhan ter-sistem” yang dilakukan, banyak kegiatan pembangunan sarana prasarana yang tidak lagi memperhatikan kualitas, demi mengambil keuntungan yang besar, banyak juga masyarakat yang tidak lagi secara terbuka atau transparan menyampaikan hasil pertanggungjawaban, banyak pelatihan-pelatihan yang dilakukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban, banyak pendamping yang terlalu sibuk dengan beban administrasi dan laporan yang menumpuk, sehingga melupakan ‘masyarakat’.
Lantas apa dan siapa yang salah dalam hal ini ?.... Program kah ? Peran Pendamping yang kurang maksimal ?...banyak prinsip-prinsip pendampingan yang dilanggar ?...atau masyarakat yang semakin tidak peduli ?...., menjadi catatan bersama, di penghujung tahun 2014, selangkah lagi UU Desa di terapkan, sudah sejauh mana Program pemberdayaan dan peran pendamping ini mengantarkan masyarakat, pada kesiapan dan kemandirian……, atau… penerapan UU Desa yang menjadi “euphoria” tersendiri…,karena ada ‘iming-iming’ dana  yang bisa juga menjadi peluang baru, trik-trik dan pengelabuhan-pengelabuhan dengan ‘modus baru’ lagi ?...Smoga ini tidak terjadi.
Smoga lebih banyak nilai-nilai baik yang ditularkan oleh orang-orang baik yang mempunyai kesadaran dan komitmen untuk terus terlibat dan memberikan kontribusi yang positif untuk kemajuan yang lebih baik.